This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 07 November 2017

INSTALASI LISTRIK SIMULASI SAKLAR TUNGGAL

Pengetahuan Dasar Listrik

Selasa, 31 Oktober 2017

DASAR-DASAR INSTALASI LISTRIK


Standarisasi dan Persyaratan
Tujuan standarisasi ialah mencapai keseragaman antara lain mengenai
1. Ukuran , bentuk dan mutu barang.
2. Cara menggambar dan cara kerja
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
– Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaan otak. Dengan tercapainya standarisasi, mesin-mesin dn alat-alat dapat dipergunakan secara lebih baik dan lebih efisien, sehingga dapat menurunkan harga pokok dan meningkatkan mutu.
– Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan.
Peraturan umum untuk instalasi cahaya dan tenaga.
1. Semua alat hubung dan perlangkapan pembagi pesawat listrik, motor listrik, hantaran dari alat-alat harus memenuhi peraturan dan pemeriksaan yang berlaku untuk itu.
2. Hal tersebut di atas tidak berlaku untuk tegangan yang lebih dari pada yang ditetapkan.
3. Tegangan untuk instalasi penerangan arus bolak-balik tidak boleh lebih tinggi dari 300 volt terhadap tanah.
4. Instalasi harus terdiri dari paling sedikit dua golongan. Terkecuali jika instalasi tersebut tidak lebih dari 6 titik hubung. Tiap golongan tidak lebih dari 12 titik hubung, untuk pemasangan yang baru tidak lebih dari 10 titik. Ketentuan di atas tidak berlaku untuk penerangan reklame, pesta dan yang bersifat istimewa seperti pada toko.
5. Setiap golongan penerangan, pembagian arusnya harus sama rata pada bagian fasenya.
Instalasi Rumah Tinggal
Untuk pemasangan suatu instalasi listrik lebih dahulu harus dibuat gambar-gambar rencananya berdasarkan denah bangunan, dimana instalasinya akan dipasang jika spesifikasinya dan syarat-syarat pekerjaan yang diterima dari pihak bangunan / pemesan. Harus diperhatikan spesifikasi dan syarat pekerjaan ini menguraikan syarat yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai pelaksanaannya material yang digunakan, waktu penyerahannya dan sebagainya.
Gambar-gambarnya harus jelas, mudah dibaca dan dimengerti. Gambar denah bangunannya biasanya disederhanakan. Dinding-dindingnya digambar dengan garis tunggal agar tipis, saluran-saluran listriknya karena lebih penting maka digambar lebih tebal. Supaya gambarnya rapi harus dipilih tebal garis yang tepat.
Menurut ayat 401B3, gambar-gambar yang diperlukan yaitu :
Gambar situasi, untuk menyatakan letak bangunan dimana sintalasinya akan dipasang, serta rencana penyambungan dengan jaringan PLN.
A) Gambar Instalasinya meliputi :
– Rencana penempatan semua peralatan listrik yang akan dipasang dan sarana peralatan, misalnya titik lampu, sakelar, kontak-kontak, perlengkapan hubung bagi.
– Rencana penyambungan peralatan listrik dengan alat pelayanannya misalnya antara lampu dengan sakelarnya, motor dan pengasutnya dan sebagainya.
– Hubungan antara peralatan listrik dan sarana pelayanannya dengan perlengkapan hubung bagi yang bersangkutan.
– Data teknis penting dari setiap peralatan listrik yang akan dipasang
perencanaan letak saklar,lampu dan stop kontak
perencanaan letak saklar,lampu dan stop kontak
B) Diagram instalasi garis tunggal meliputi :
– Diagram perlengkapan hubung bagi dengan keterangan mengenai ukuran/daya nominal setiap komponen.
– Keterangan mengenai beban yang terpasang dan pembaginya.
– Ukuran dan jenis hantaran yang akan digunakan.
– System pentanahannya.
diagram garis tunggal
diagram garis tunggal
C) Gambar perincian atau keterangan yang diperlukan misalnya :
– Perkiraan ukuran fisik perlengkapan hubung bagi.
– Cara pemasangan alat-alat listriknya
– Cara pemasangan kabelnya.
– Cara kerja instalasi kontrolnya kalau ada.
instalasi rumah 3
Pengawasan dan tanggung jawab.
Pengawasan pemasangan instalasi listrik dan tanggung jawab pelaksana dan pelaksanaan pekerjaan diatur dalam pasal 910 antara lain ditentukan sebagai berikut.
1. Setiap pemasangan listrik harus mendapat ijin dari instansi yang berwenang, umumnya dari cabang PLN setempat.
2. Penaggung jawab pekerjaan instalasi harus seorang yang ahli berilmu pengetahuan dalam pekerjaan instalasi listrik danmemiliki ijin dari instansi yang berwenang.
3. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus diawasi oleh seorang pengawas yang ahli dan berpengetahuan tentang listrik, menguasai pengaturan perlistrikan, berpengalaman dlaam pemasangan instalasi listrik dan bertanggung jawab atas keselamatan para pekerjanya.
4. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang-orang yang berpengalaman tentang listrik.
5. Pemasangan instalasi listrik yang selesai dikerjakan harus dilaporkan secara tertulis kepada bagan pemeriksa (umumnya PLN setempat) untuk diperiksa dan diuji.
6. Setelah dinyatakan baik secara tertulis oleh bagan pemeriksa dan sebelum diserahkan kepada pemilik, instalasinya harus dicoba dengan tegangan dan arus kerja penuh selama waktu yang cukup lama, semua peralatan yang dipasang harus dicoba.
7. Perencana suatu instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang telah dibuatnya.
8. Pelaksana pekerjaan instalasi listrik bertanggung jawab atas pekerjaannya selama batas waktu tertentu. Jika terjadi suatu kecelakaan karena kesalahan pemasangan ia bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
Pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik meliputi :
1. Tanda-tanda.
2. Peralatan listrik yang dipasang.
3. Cara pemasangannya.
4. Polaritasnya.
5. Pentanahannya.
6. Tahanan isolasi.
7. Continuenitas rangkaian.
Alat-alat dan bahan yang umum dalam pembuatan instalasi listrik rumah tinggal.
– Penghantar / kabel.

– Pipa PVC untuk pengkabelan yang di tanam di dalam tembok dengan ukuran standart.

– Kotak cabang(T-Dos / Cross-Dos).

– L-bo untuk tikungan pada pipa.

– Rol isolator bila digunakan.
– Klem pipa.

– Sekrup ukuran yang sama dengan klem pipa.

– Saklar (sakelar tunggal, sakelar ganda, sakelar seri, sakelar tukar/sakelar hotel dsb) apa yang diperlukan.

– Stop kontak.

– Lampu (tergantung lampu apa yang perlu digunakan).

– Kotak Hubung Bagi (digunakan jika instalasi lebih dari 12 titik).
– Sekring / MCB.

– Obeng + dan obeng -.

– Tang kombinasi, tang potong, tang cucut dsb.

– Palu.

– Jangan lupa! Yang terpenting dalam pekerjaan instalatir adalah TESTPEN

Selasa, 24 Oktober 2017

Cara membuat bel listrik sedehrana

Cara Membuat Bel Listrik Sederhana - Hay Okemania kita jumpa lagi di blog ala kadarnya ini, semoga para sobat setia semua dimana pun berada selalu diberikan kesehatan sehingga dapat beraktifitas sebagaimana mestinya. Pada kesempatan hari ini kami akan share sebuah tutorial bagaimana cara membuat bel listrik sederhana dengan biaya yang murah. Anda penasaran ? oke langsung saja simak tutorial berikut.
Sebelum memulai cara pembuatannya, siapkan dulu alat dan bahan yang di perlukan dalam pembuatan bel listrik sederhana ini.

Cara membuat bel listrik sederhana

Alat-Alat Yang Diperlukan :
  • Gunting
  • Obeng
  • Selotip Khusus Kabel

Bahan-Bahan Yang Diperlukan
  • Kabel sepanjang 2 m
  • Lampu 5 watt warna-warni
  • Rumahan Lampu 1 buah
  • Saklar 1 buah
  • Kepala ujung kabel untuk menyambungkan ke stop kontak 1 buah
  • Bel listrik 1 buah

Cara Membuat
1.    Pertama, memotong kabel sepanjang 10 cm sebanyak 2 potong, sehingga sisa kabel 2m tersebut menjadi 180 cm.
2.    Kedua, mengambil salah satu potongan kabel sepanjang 10 cm tersebut, lalu sambungkan dengan kabel bel listrik sesuai warna.
3.    Ketiga, menyambung kembali ujung kabel yang belum terpasang ke rumahan lampu.
4.  Keempat, mengambil kabel sepanjang 10 cm yang kedua, lalu menggabungkan menjadi 2 pasang di dalam rumahan lampu, sesuai warna.
5.  Kelima, Tahap kelima inilah yang cukup rumit, pertama sambungkan ujung kabel yang tersambung dengan rumahan lampu, lalu diparalelkan dengan sisa kabel sepanjang 180 cm tadi dengan saklar.
6.  Keenam, Sambungkan ujung kabel terakhir dengan kepala ujung kabel.
7.  Ketujuh, bel siap digunakan.

Programmable logic Controllers

Before the advent of solid-state logic circuits, logical control systems were designed and built exclusively around electromechanical relays. Relays are far from obsolete in modern design, but have been replaced in many of their former roles as logic-level control devices, relegated most often to those applications demanding high current and/or high voltage switching.
Systems and processes requiring “on/off” control abound in modern commerce and industry, but such control systems are rarely built from either electromechanical relays or discrete logic gates. Instead, digital computers fill the need, which may be programmed to do a variety of logical functions.
In the late 1960’s an American company named Bedford Associates released a computing device they called the MODICON. As an acronym, it meant Modular Digital Controller, and later became the name of a company division devoted to the design, manufacture, and sale of these special-purpose control computers. Other engineering firms developed their own versions of this device, and it eventually came to be known in non-proprietary terms as a PLC, or Programmable Logic Controller. The purpose of a PLC was to directly replace electromechanical relays as logic elements, substituting instead a solid-state digital computer with a stored program, able to emulate the interconnection of many relays to perform certain logical tasks.
A PLC has many “input” terminals, through which it interprets “high” and “low” logical states from sensors and switches. It also has many output terminals, through which it outputs “high” and “low” signals to power lights, solenoids, contactors, small motors, and other devices lending themselves to on/off control. In an effort to make PLCs easy to program, their programming language was designed to resemble ladder logic diagrams. Thus, an industrial electrician or electrical engineer accustomed to reading ladder logic schematics would feel comfortable programming a PLC to perform the same control functions.
PLCs are industrial computers, and as such their input and output signals are typically 120 volts AC, just like the electromechanical control relays they were designed to replace. Although some PLCs have the ability to input and output low-level DC voltage signals of the magnitude used in logic gate circuits, this is the exception and not the rule.
Signal connection and programming standards vary somewhat between different models of PLC, but they are similar enough to allow a “generic” introduction to PLC programming here. The following illustration shows a simple PLC, as it might appear from a front view. Two screw terminals provide connection to 120 volts AC for powering the PLC’s internal circuitry, labeled L1 and L2. Six screw terminals on the left-hand side provide connection to input devices, each terminal representing a different input “channel” with its own “X” label. The lower-left screw terminal is a “Common” connection, which is generally connected to L2 (neutral) of the 120 VAC power source.


Inside the PLC housing, connected between each input terminal and the Common terminal, is an opto-isolator device (Light-Emitting Diode) that provides an electrically isolated “high” logic signal to the computer’s circuitry (a photo-transistor interprets the LED’s light) when there is 120 VAC power applied between the respective input terminal and the Common terminal. An indicating LED on the front panel of the PLC gives visual indication of an “energized” input:


Output signals are generated by the PLC’s computer circuitry activating a switching device (transistor, TRIAC, or even an electromechanical relay), connecting the “Source” terminal to any of the “Y-” labeled output terminals. The “Source” terminal, correspondingly, is usually connected to the L1 side of the 120 VAC power source. As with each input, an indicating LED on the front panel of the PLC gives visual indication of an “energized” output:


In this way, the PLC is able to interface with real-world devices such as switches and solenoids.
The actual logic of the control system is established inside the PLC by means of a computer program. This program dictates which output gets energized under which input conditions. Although the program itself appears to be a ladder logic diagram, with switch and relay symbols, there are no actual switch contacts or relay coils operating inside the PLC to create the logical relationships between input and output. These are imaginary contacts and coils, if you will. The program is entered and viewed via a personal computer connected to the PLC’s programming port.
Consider the following circuit and PLC program:


When the pushbutton switch is unactuated (unpressed), no power is sent to the X1 input of the PLC. Following the program, which shows a normally-open X1 contact in series with a Y1 coil, no “power” will be sent to the Y1 coil. Thus, the PLC’s Y1 output remains de-energized, and the indicator lamp connected to it remains dark.
If the pushbutton switch is pressed, however, power will be sent to the PLC’s X1 input. Any and all X1 contacts appearing in the program will assume the actuated (non-normal) state, as though they were relay contacts actuated by the energizing of a relay coil named “X1”. In this case, energizing the X1 input will cause the normally-open X1 contact will “close,” sending “power” to the Y1 coil. When the Y1 coil of the program “energizes,” the real Y1 output will become energized, lighting up the lamp connected to it:


It must be understood that the X1 contact, Y1 coil, connecting wires, and “power” appearing in the personal computer’s display are all virtual. They do not exist as real electrical components. They exist as commands in a computer program—a piece of software only—that just happens to resemble a real relay schematic diagram.
Equally important to understand is that the personal computer used to display and edit the PLC’s program is not necessary for the PLC’s continued operation. Once a program has been loaded to the PLC from the personal computer, the personal computer may be unplugged from the PLC, and the PLC will continue to follow the programmed commands. I include the personal computer display in these illustrations for your sake only, in aiding to understand the relationship between real-life conditions (switch closure and lamp status) and the program’s status (“power” through virtual contacts and virtual coils).
The true power and versatility of a PLC is revealed when we want to alter the behavior of a control system. Since the PLC is a programmable device, we can alter its behavior by changing the commands we give it, without having to reconfigure the electrical components connected to it. For example, suppose we wanted to make this switch-and-lamp circuit function in an inverted fashion: push the button to make the lamp turn off, and release it to make it turn on. The “hardware” solution would require that a normally-closed pushbutton switch be substituted for the normally-open switch currently in place. The “software” solution is much easier: just alter the program so that contact X1 is normally-closed rather than normally-open.
In the following illustration, we have the altered system shown in the state where the pushbutton is unactuated (not being pressed):


In this next illustration, the switch is shown actuated (pressed):


One of the advantages of implementing logical control in software rather than in hardware is that input signals can be re-used as many times in the program as is necessary. For example, take the following circuit and program, designed to energize the lamp if at least two of the three pushbutton switches are simultaneously actuated:


To build an equivalent circuit using electromechanical relays, three relays with two normally-open contacts each would have to be used, to provide two contacts per input switch. Using a PLC, however, we can program as many contacts as we wish for each “X” input without adding additional hardware, since each input and each output is nothing more than a single bit in the PLC’s digital memory (either 0 or 1), and can be recalled as many times as necessary.
Furthermore, since each output in the PLC is nothing more than a bit in its memory as well, we can assign contacts in a PLC program “actuated” by an output (Y) status. Take for instance this next system, a motor start-stop control circuit:


The pushbutton switch connected to input X1 serves as the “Start” switch, while the switch connected to input X2 serves as the “Stop.” Another contact in the program, named Y1, uses the output coil status as a seal-in contact, directly, so that the motor contactor will continue to be energized after the “Start” pushbutton switch is released. You can see the normally-closed contact X2 appear in a colored block, showing that it is in a closed (“electrically conducting”) state.
If we were to press the “Start” button, input X1 would energize, thus “closing” the X1 contact in the program, sending “power” to the Y1 “coil,” energizing the Y1 output and applying 120 volt AC power to the real motor contactor coil. The parallel Y1 contact will also “close,” thus latching the “circuit” in an energized state:


Now, if we release the “Start” pushbutton, the normally-open X1 “contact” will return to its “open” state, but the motor will continue to run because the Y1 seal-in “contact” continues to provide “continuity” to “power” coil Y1, thus keeping the Y1 output energized:


To stop the motor, we must momentarily press the “Stop” pushbutton, which will energize the X2 input and “open” the normally-closed “contact,” breaking continuity to the Y1 “coil:”


When the “Stop” pushbutton is released, input X2 will de-energize, returning “contact” X2 to its normal, “closed” state. The motor, however, will not start again until the “Start” pushbutton is actuated, because the “seal-in” of Y1 has been lost:


An important point to make here is that fail-safe design is just as important in PLC-controlled systems as it is in electromechanical relay-controlled systems. One should always consider the effects of failed (open) wiring on the device or devices being controlled. In this motor control circuit example, we have a problem: if the input wiring for X2 (the “Stop” switch) were to fail open, there would be no way to stop the motor!
The solution to this problem is a reversal of logic between the X2 “contact” inside the PLC program and the actual “Stop” pushbutton switch:


When the normally-closed “Stop” pushbutton switch is unactuated (not pressed), the PLC’s X2 input will be energized, thus “closing” the X2 “contact” inside the program. This allows the motor to be started when input X1 is energized, and allows it to continue to run when the “Start” pushbutton is no longer pressed. When the “Stop” pushbutton is actuated, input X2 will de-energize, thus “opening” the X2 “contact” inside the PLC program and shutting off the motor. So, we see there is no operational difference between this new design and the previous design.
However, if the input wiring on input X2 were to fail open, X2 input would de-energize in the same manner as when the “Stop” pushbutton is pressed. The result, then, for a wiring failure on the X2 input is that the motor will immediately shut off. This is a safer design than the one previously shown, where a “Stop” switch wiring failure would have resulted in an inability to turn off the motor.
In addition to input (X) and output (Y) program elements, PLCs provide “internal” coils and contacts with no intrinsic connection to the outside world. These are used much the same as “control relays” (CR1, CR2, etc.) are used in standard relay circuits: to provide logic signal inversion when necessary.
To demonstrate how one of these “internal” relays might be used, consider the following example circuit and program, designed to emulate the function of a three-input NAND gate. Since PLC program elements are typically designed by single letters, I will call the internal control relay “C1” rather than “CR1” as would be customary in a relay control circuit:


In this circuit, the lamp will remain lit so long as any of the pushbuttons remain unactuated (unpressed). To make the lamp turn off, we will have to actuate (press) all three switches, like this:


This section on programmable logic controllers illustrates just a small sample of their capabilities. As computers, PLCs can perform timing functions (for the equivalent of time-delay relays), drum sequencing, and other advanced functions with far greater accuracy and reliability than what is possible using electromechanical logic devices. Most PLCs have the capacity for far more than six inputs and six outputs. The following photograph shows several input and output modules of a single Allen-Bradley PLC.


With each module having sixteen “points” of either input or output, this PLC has the ability to monitor and control dozens of devices. Fit into a control cabinet, a PLC takes up little room, especially considering the equivalent space that would be needed by electromechanical relays to perform the same functions:


One advantage of PLCs that simply cannot be duplicated by electromechanical relays is remote monitoring and control via digital computer networks. Because a PLC is nothing more than a special-purpose digital computer, it has the ability to communicate with other computers rather easily. The following photograph shows a personal computer displaying a graphic image of a real liquid-level process (a pumping, or “lift,” station for a municipal wastewater treatment system) controlled by a PLC. The actual pumping station is located miles away from the personal computer display:


Skema Sambungan Antar Kabel

SKEMA SAMBUNGAN ANTAR KABEL

Skema Sambungan Antar Kabel saklar dan stop kontak di rumah.Ada dua teknik pemasangan kabel yang biasa diterapkan di sebuah rumah, yaitu in bow dan out bow. Keduanya sama-sama menempel di dinding rumah. Untuk teknik in bow, unit perangkat listrik (stop kontak, kabel dan saklar) ditanamkan ke dalam dinding sehingga terlihat menyatu dengan dinding. Sedangkan teknik out bow, unit perangkat listrik diletakkan pada permukaan dinding, seolah-olah menempel dan terlihat menonjol pada permukaan dinding.
Dari sudut keindahan, teknik in bow terasa pantas untuk diterapkan. Teknik ini cenderung permanen (tetap) karena untuk memasangnya perlu ditanamkan ke dalam dinding. Berbeda dengan teknik out bow yang terlihat menonjol pada permukaan dinding, terkesan sedikit “berantakan”. Namun, teknik out bow lebih mudah dan murah dalam penerapannya.
Ada beberapa hal yang mendasari perlunya memasang titik stop kontak / saklar lampu berada pada posisi menempel di dinding. Faktor keamanan dan kenyamanan adalah alasan terpenting untuk menjadikannya seperti itu. Selain tidak menghalangi / mengganggu penghuni rumah saat selama beraktivitas, letak stop kontak / saklar (biasanya) berada pada area yang memiliki tinggi sama dengan area sekitar bahu manusia. Posisi tersebut, selain memiliki kemudahan untuk di-akses, juga relatif terhindar dari gangguan (benturan / senggolan) gerakan anggota tubuh (tangan / kaki).
Kondisi posisi seperti itu akan berefek sama dengan kabel yang tersambung pada unit stop kontak / saklar. Sehingga, guna memenuhi kebutuhan pembuatan jalur kabel baru maupun penambahan / memodifikasi jalur kabel yang telah ada, teknik out bow cenderung aman diterapkan. Selain mudah untuk dikerjakan sendiri dengan biaya yang relatif lebih murah, waktu pengerjaannya pun dapat diatur sesuai kondisi dan kesempatan yang ada. Disamping itu, keberadaan kabel dapat disembunyikan menggunakan protektor (pelindung) kabel sehingga hasil akhirnya terlihat lebih menyatu dengan dinding.
Skema Sambungan Antar Kabel

Menyambung / memasang kabel pada stop kontak

cara menyambung kabel untuk stop kontakKode Angka :
  • 1 : Kabel 3 x 2,5 mm² terhubung dengan sumber listrik.
  • 2 :  Kabel 3 x 2,5 mm² terhubung dengan jalur stop kontak baru.
  • 3 : Kabel 3 x 2,5 mm² terhubung dengan jalur stop kontak lama.
Kode Huruf :
  • A : Sambungan 3 kawat Hitam (Line – Fasa)
  • B : Sambungan 3 kawat Biru (Neutral – Netral)
  • C : Sambungan 3 kawat Kuning (Earth – Arde)
Keterangan :
Cara pasang kabel pada Stop kontak Tunggal
Gambar : Sisi Muka dan Dalam Stop kontak TUNGGAL ~ Out Bow
Pada keterangan Kode Huruf, saya menyebutkan sambungan antar kawat kabel berdasarkan warna pembungkusnya. Bukan jenis muatan arus listrik yang mengaliri kawat tersebut. Sebenarnya, tidak ada masalah dengan hal itu.
Secara default, warna pembungkus kawat mewakili jenis muatan arus listrik yang seharusnya dihantarkan pada kawat yang dibungkusnya, yaitu : hitam / merah = positif (L ⇒ Line), biru = netral (N ⇒ Neutral) dan kuning = arde (E ⇒ Earth). Selama kita mengerjakan menyambung kawat dengan berpedoman pada default-nya, kecil kemungkinan untuk terjadi kesalahan. Hal itu berlaku mulai dari kabel meteran PLN hingga berakhir di setiap stop kontak dan lampu penerangan.
Unit stop kontak yang saat ini beredar umum dipasaran, dapat kita temukan dengan jumlah titik yang berbeda-beda. Mulai dari satu hingga empat titik pararel yang biasa dijual pada toko-toko perlengkapan listrik. Hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas bahan dari unit stop kontak itu sendiri. Anda dapat langsung mengenali tinggi-rendah kualitas bahan stop kontak dari harganya.
Kabel yang digunakan untuk menyambung unit stop kontak, lebih baik menggunakan kabel 3 x 2,5 mm² untuk rumah dengan kapasitas 900VA s/d 4400VA.
Susunan sambungan kawat antar kabel untuk menyambung stop kontak tidaklah rumit, cukup mengikuti warna pembungkus kawat tembaganya saja (biru, hitam dan kuning).
Cara pasang kabel pada Stop kontak Ganda
Gambar : Sisi Muka dan Dalam Stop kontak GANDA ~ Out Bow
Sehingga, jika hendak membuat jalur stop kontak baru di tengah jalur kabel antara sumber daya dan titik stop kontak, anda tinggal memotong di bagian tengah kabel.
Sediakan kabel baru sesuai panjang jalur yang hendak ditambahkan. Kelupaskan kulit setiap pembungkus kawat tembaga (9 kawat). Lilitkan setiap tiga kawat tembaga yang memiliki warna pembungkus sama menjadi satu, lalu bungkus setiap lilitan menggunakan pembungkus kabel / salotip (point AB dan C pada gambar).
Memasangkan kawat tembaga pada unit stop kontak, juga tidak rumit. Ada perbedaan “jeroan” antara unit stop kontak satu titik dengan unit stop kontak lebih dari satu titik. Namun, secara konsep tetap sama. Kawat kuning selalu dipasangkan pada bagian yang memiliki tanda “arde” (biasanya pada bagian tengah). Sedangkan kawat biru dan hitam di sisi kiri dan kanan kawat kuning.
Ada beberapa aturan main yang sebaiknya anda ketahui dalam hal posisi memasangkan kawat berdasarkan jenis arus listrik di stop kontak dan steker. Anda dapat membaca pembahasannya di artikel Steker, Stop kontak dan Arus Listrik.
Menyambung / memasang kabel pada stop kontak

Menyambung / memasang kabel pada saklar

Kita mengenal saklar cenderung indentik dengan perangkat yang disandingkan dengan lampu. Karena memang secara tujuan dan pemakaiannya lebih banyak berhubungan dengan lampu. Sama halnya dengan jumlah titik pada unit stop kontak, satu saklar dapat dilengkapi dengan beberapa swicth on-off (nyala/mati). Switch on-off yang pernah saya temukan beredar di pasaran adalah satu hingga tiga switch pada sebuah saklar. Saklar dengan satu (tunggal) dan dua (ganda) switch on-off adalah yang paling umum beredar dan mudah ditemukan dipasaran. Secara kualitas, harga tetap merupakan parameter utamanya.
Kabel yang digunakan sebagai jalur utama untuk kebutuhan penerangan, cukup dengan menggunakan kabel 2 x 1,5 mm². Spesifikasi kabel 2 x 1,5 mm² tersebut, juga digunakan untuk memasang saklar tunggal. Sedangkan untuk pemasangan saklar ganda, digunakan kabel 3 x 1,5 mm².
Di bawah ini, saya sajikan ilustrasi memasang saklar tunggal dan saklar ganda secara sederhana disertai urutan susunan warna kawat kabel. Anda dapat mengubah jumlah lampu yang hendak dipasang dari setiap titik lampu pada masing-masing skema.
Menyambung / memasang kabel pada saklar

Skema sambungan kabel untuk pemasangan Saklar Tunggal

cara menyambung kabel ke saklar dan lampu
Gambar : sambungan antar kabel saklar tunggal
Kode Angka :
  • 1 : Kabel 2 x 1,5 mm² terhubung dengan sumber listrik / steker.
  • 2 : Kabel 2 x 1,5 mm² terhubung dengan saklar tunggal.
  • 3 : Kabel 2 x 1,5 mm² penghubung dengan lampu.
  • 4 : Unit Lampu
Kode Huruf :
  • A : sambungan kawat Netral antara kawat biru kabel no. 1 dengan kawat biru kabel no. 3.
  • B : sambungan kawat Fasa dengan kawat input saklar (Sambungan dari kawat hitam kabel no. 1 ke kawat hitam kabel no. 2).
  • C : sambungan kawat output saklar ke unit lampu no. 4 (Sambungan dari kawat biru kabel no. 2 ke kawat hitam kabel no. 3).
Keterangan :
Cara pasang kabel pada saklar tunggal
Gambar : Sisi Muka dan Dalam Saklar TUNGGAL ~ Out Bow
Ada 3 sambungan antar kabel dari 3 potong kabel terpisah dan yang harus dirangkai untuk membuat jaringan kabel menggunakan saklar tunggal.
Sambungan A adalah sambungan arus Netral dari kabel sumber listrik / steker dengan kabel yang terhubung ke lampu. Jalur kawat Netral (biru) ini, tidak dianjurkan sebagai jalur kawat yang dipasangi saklar. Saklar selalu diposisikan untuk dipasang di jalur kawat Fasa (hitam).
Sambungan B merupakan kawat arus Fasa yang dihubungkan ke kawat input saklar yang disematkan pada tungkai berwarna merah. Output arus Fasa dari saklar, dialirkan melalui kawat biru yang disematkan pada tungkai berwarna putih. Kawat output Fasa ini, dihubungkan (sambungan C) dengan kawat Fasa pada kabel yang terhubung ke lampu no. 4.
Skema sambungan kabel untuk pemasangan Saklar Tunggal

Cara Memasang Saklar Tunggal

skema saklar tunggal
Gambar : Skema Saklar Tunggal
Cara pemasangan kabel pada saklar tunggal tidaklah sulit. Cukup dengan mengelupaskan kulit pembungkus pada masing-masing ujung kawat, kemudian tancapkan pada salah satu lubang disisi masing-masing tungkai berwarna merah dan putih. Kawat hitam (arus Fasa yang mengalir masuk ke saklar) ditancapkan pada lubang di samping pengungkit berwarna merah, sedangkan kawat biru (arus Fasa yang mengalir keluar dari saklar) ditancapkan pada lubang di samping pengungkit berwarna putih.
Begitu kawat ditekan-masuk hingga “mentok” ke ujung lubang, pengungkit otomatis akan mengunci-nya (menjepit). Sebelum terkunci, maka kawat akan mudah terlepas. Seandainya pengungkit tidak bisa berfungsi menjepit kawat, anda dapat menarik pengungkit “sedikit” ke atas agar kembali pada posisi semula (default).
Jika kawat yang telah tertancap hendak dilepaskan, cukup hanya dengan menekan kedua pengungkit tersebut.
Di bawah ini saya sajikan gambar skema sambungan antar kabel untuk memasang saklar tunggal. Mulai dari jalur steker hingga berakhir di lampu :
Cara pasang kabel pada steker + saklar tunggal + lampu
Gambar : Skema Lengkap Susunan Kawat Memasang SAKLAR TUNGGAL
Cara pasang saklar

Skema sambungan kabel untuk pemasangan Saklar Ganda

cara menyambung kabel ke saklar ganda + lampu
Gambar : Skema sambungan antar kabel saklar ganda
Kode Angka :
  • 1 : Kabel 2 x 1,5 mm² terhubung dengan sumber listrik / steker.
  • 2 : Kabel 3 x 1,5 mm² terhubung dengan saklar ganda.
  • 3 : Kabel 3 x 1,5 mm² penghubung antara saklar dan sumber listrik dengan pecahan dua sambungan kabel.
  • 4 : Kabel 2 x 1,5 mm² penghubung antara kabel 3 dengan lampu.
  • 5 : Kabel 2 x 1,5 mm² penghubung antara kabel 3 dengan lampu.
  • 6 : Unit Lampu.
  • 7 : Unit Lampu.
Kode Huruf :
  • A : sambungan kawat Netral dari 2 kabel berbeda (sambungan kawat biru kabel no. 1 dengan kawat biru kabel no. 3).
  • B : sambungan kawat Fasa dengan kawat input saklar (sambungan kawat hitam kabel no. 1 ke kawat hitam kabel no. 2).
  • C : sambungan kawat output saklar dari switch pertama (sambungan kawat kuning kabel no. 2 ke kawat hitam kabel no. 3).
  • D : sambungan kawat output saklar dari switch kedua (sambungan kawat biru kabel no. 2 ke kawat kuning kabel no. 3).
  • E : sambungan kawat Netral dari 3 kabel berbeda (sambungan kawat biru kabel no. 3 dengan kawat biru kabel no. 4 dan kawat biru kabel no. 5).
  • F : sambungan kawat Fasa dari switch output saklar pertama ke unit lampu no. 6 (sambungan kawat hitam kabel no. 3 ke kawat hitam kabel no. 4).
  • G : sambungan kawat Fasa dari switch output saklar kedua ke unit lampu no. 7 (sambungan kawat kuning kabel no. 3 ke kawat hitam kabel no. 5).
Keterangan :
Ada 7 sambungan antar kabel dari 5 potongan kabel terpisah dan yang harus dirangkai untuk membuat jaringan kabel menggunakan saklar ganda.
Cara pasang kabel pada saklar ganda
Gambar : Sisi Muka dan Dalam Saklar GANDA ~ Out Bow
Sama dengan sambungan A pada saklar tunggal, sambungan A disini adalah sambungan untuk arus Netral (biru) yang diteruskan ke sambungan E.
Pada sambungan E, kawat Netral (biru) dipecah menjadi dua untuk masing-masing lampu. Sehingga, pada sambungan E ini terdapat tiga kawat biru dari kabel no. 3, no. 4 dan no. 5 yang dililit menjadi satu.
Sambungan B adalah sambungan arus Fasa antara kawat hitam dari kabel sumber listrik dengan kawat input saklar ganda. Arus Fasa yang didistribusikan melalui kawat hitam ini akan dipecah dalam saklar ganda menjadi dua output arus Fasa. Kedua output dialirkan melalui kawat kuning dan biru, dimana pendistribusiannya dikendalikan oleh masing-masing switch.
Sambungan CDF dan G adalah sambungan antar kabel yang mendistribusikan arus Fasa ke masing-masing lampu.
Skema sambungan kabel untuk pemasangan Saklar Ganda

Cara Memasang Saklar Ganda

skema saklar ganda
Gambar : Skema Susunan Kawat Saklar Ganda
Teknik cara pemasangan kabel pada saklar ganda, tidak ada bedanya dengan saklar tunggal. Kawat hitam (arus Fasa yang mengalir masuk ke saklar) ditancapkan pada lubang di samping tungkai berwarna merah di switch paling kiri (pertama), sedangkan kawat kuning dan biru yang merupakan arus Fasa yang mengalir keluar dari saklar, ditancapkan pada lubang di samping tungkai berwarna putih di masing-masing switch.
Pada gambar, di bagian tengah antara kedua switch, anda melihat ada sedikit “potongan” kawat kabel (tembaga) yang dipasang terpisah peletakannya. Potongan kawat ini sering diistilahkan dengan sebutan “jumper“. Fungsinya untuk mengalirkan arus listrik dari switch pertama ke switch kedua. Sehingga, arus positif yang berada pada switch pertama (sebelah kiri) turut di distribusikan ke switch kedua (sebelah kanan). Jika potongan kawat tembaga itu tidak disertakan, maka switch kedua menjadi tidak berfungsi (mati) karena tidak memiliki sumber arus listrik.
Cara pemasangannya, cukup dengan memotong kawat kabel sepanjang 3-4 cm. Kelupaskan pembungkusnya, lalu bengkokkan kedua ujung kawat sepanjang kira-kira 1,5 cm, tancapkan pada lubang di samping pengungkit merah.
Sama dengan saklar tunggal, di bawah ini saya sajikan gambar skema sambungan antar kabel untuk memasang saklar ganda. Mulai dari jalur steker hingga berakhir di lampu :
Cara pasang kabel pada steker + Saklar Ganda + lampu
Gambar : Skema Lengkap Susunan Kawat Memasang SAKLAR GANDA
Gambar-gambar skema susunan kawat lainnya yang berhubungan dengan pemakaian saklar tunggal dan saklar ganda di  blog ini, memiliki konsep susunan kawat yang sama sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar skema pemasangan saklar tunggal dan saklar ganda di atas.
Lalu, bagaimana susunan kawat untuk pemasangan saklar yang memiliki lebih dari 2 (dua) switch?
Patokannya, harus tersedia satu kawat line-input untuk setiap pemasangan saklar. Kemudian tambahkan dengan jumlah switch yang terdapat pada saklar.
Misalnya, untuk memasang saklar dengan 3 (tiga) switch, maka dibutuhkan 1 (satu) kawat line-input dan 3 (tiga) kawat line-output.
Jadi, dibutuhkan kabel yang berisi 4 kawat untuk memasang saklar triple (tiga) switch.
Cara Pasang Saklar Ganda

Memasang Stop kontak + Saklar

Cara pasang kabel pada Saklar + Stop Kontak
Gambar : Saklar + Stop kontak ~ Out Bow
Selain saklar, juga terdapat sebuah model perangkat listrik yang terdiri dari gabungan antara stop kontak dan saklar sebagaimana gambar disamping kiri ini. Perangkat stop kontak + saklar ini tergolong unik, karena bagian saklar dari perangkat bisa dijadikan dua fungsi kepentingan pemakaian yang berbeda. Yaitu : (1) berfungsi sebagaimana saklar pada umumnya tanpa mengganggu aliran listrik pada stop kontak disampingnya dan (2) berfungsi untuk mematikan aliran listrik yang mengalir pada stop kontak yang berada di sampingnya.
Untuk kasus-kasus tertentu, kita dapat memanfaatkan pemakaian perangkat saklar + stop kontak ini pada situasi dimana aliran listrik stop kontak dapat dinyala-matikan tanpa perlu mencabut steker yang sedang tertancap.
Salah satu cara dari memanfaatkan perangkat stop kontak + saklar ini yang paling umum digunakan adalah menjadi titik sumber listrik untuk menancapkan charger-adaptor handphone. Anda dapat melihat uraiannya pada artikel Membuat panjangan stop kontak untuk charger-adaptor handphone
*******
Untuk susunan kawat unit Stop kontak + Saklar versi In Bow, dapat anda lihat uraiannya pada artikel Memasang unit Stop kontak + Saklar ~ In Bow.
*******
Memasang Stop kontak + Saklar

Memasang Saklar / Stop kontak langsung di jalur kabel

cara pasang saklar di tengah jalur kabelTidak semua kondisi pemasangan saklar / stop kontak harus dengan menggunakan jalur kabel tersendiri yang sengaja di julur-kan khusus ke saklar / stop kontak. Pada kasus-kasus tertentu, sering dijumpai kondisi memasang saklar / stop kontak dengan cara “memotong” jalur kabel.
Teknik tersebut cukup efektif dalam beberapa hal, salah satunya adalah menghemat pemakaian kabel. Dengan demikian, tidak dibutuhkan kabel ekstra yang digunakan sebagai media untuk menghubungkan saklar / stop kontak dengan jalur kabel yang hendak di saklar-kan / stop kontak-kan.
skema pasang saklar di tengah jalur kabelTerutama untuk saklar, jangan terlalu “dipaksakan” untuk menggunakan teknik memotong jalur kabel seperti ini. Dibutuhkan penyusunan yang cukup rapi untuk “menyembunyikan” sambungan antar kawat yang jumlahnya cukup banyak ke dalam “casing” saklar yang sempit. Jika dipaksakan, bisa menyebabkan ketidakwajaran kinerja switch saklar.
Logika teknik pemasangan saklar seperti ini, sebenarnya, sama saja dengan teknik pemasangan saklar yang telah di deskripsikan sebelumnya. Hanya saja, letak sambungan kawat biru / netral terlindung di dalam casing-saklar. Begini penampakan susunan kawatnya :
Cara pasang Saklar Tunggal dan Saklar Double di tengah kabel
Gambar : Penerapan Susunan kawat Saklar yang dipasang Memotong Jalur Kabel
Sedangkan untuk susunan kawat yang terpasang pada stop kontak adalah seperti di bawah ini :
Cara pasang Stop kontak Tunggal dan Ganda di tengah kabel
Gambar : Penerapan Susunan kawat Stop kontak yang dipasang Memotong Jalur Kabel
cara pasang Saklar / Stop kontak di tengah jalur kabel

Menggabungkan Dua Skema

pengembangan dua skema sambungan antar kabelDalam penerapannya, ada 3 (tiga) cara yang saya gunakan untuk menggabungkan jaringan kabel stop kontak dengan lampu.
Cara skema no. 1. :
Unit stop kontak + steker. Membuat jalur baru pada jaringan kabel utama dengan unit stop kontak diujung kabel. Awal jaringan kabel lampu dipasangkan steker untuk nantinya dicolokkan ke stop kontak.
Cara skema no. 2. :
Unit stop kontak + timer + steker. Membuat jalur baru pada jaringan kabel utama dengan unit stop kontak di ujung kabel dan dipasangkan timer. Awal jaringan kabel lampu dipasangkan steker untuk nantinya dicolokkan ke timer.
Cara skema no. 3 :
Menyambung langsung (melilitkan) kawat antar kabel sesuai warna pembungkus kawat. Kabel jaringan utama diputuskan, kemudian kawat tembaga kembali dililitkan bersama-sama jaringan kabel lampu. Ini adalah cara yang paling sering digunakan untuk menyambung kabel di rumah-rumah pada umumnya.
cara dasar menyambung antar kabel

Merangkai skema untuk satu lantai

Gambar ini adalah skema sederhana contoh jaringan kabel di satu rumah untuk memenuhi kebutuhan sumber listrik di 3 ruangan dalam rumah dan 1 sumber listrik di area luar rumah.
skema sambungan antar kabel untuk satu rumahSkenario awal (Skenario 1 dalam kotak area garis putus-putus) adalah kabel 3 x 2,5 mm dipasang dan ditujukan untuk selalu berakhir di satu area / ruangan di rumah, dimana setiap ujung kabel selalu dilengkapi dengan unit stop kontak GANDA / DOUBLE. Maksudnya, agar setiap area / ruangan memiliki 2 sumber aliran listrik, yaitu untuk kebutuhan lampu dan non-lampu. Setiap awal jaringan kabel lampu selalu dilengkapi dengan steker untuk dicolokkan ke stop kontak. Hal yang sama jika hendak membuat jaringan kabel stop kontak tambahan untuk area / ruangan tersebut. Pemisahan jalur listrik untuk lampu dan non-lampu memang sengaja dilakukan dengan tujuan memudahkan perawatan / pemeliharaan masing-masing perangkat di kemudian hari. Demikian juga kondisinya dengan kabel jalur utama.
Baru kemudian pada skenario berikutnya (Skenario 2 dalam kotak area garis putus-putus) posisi rumah lampu dan stop kontak dalam ruangan ditentukan. Jadi, perencanaan jalur kabel, titik lampu dan stop kontak dilakukan terbalik dari pemasangan jalur kabel utama.
Cara membuat jaringan kabel seperti ini memerlukan biaya relatif cukup besar karena banyaknya unit stop kontak dan steker sebagai pengganti tindakan melilitkan kawat antar kabel. Panjang kabel yang dibutuhkan pun menjadi lebih banyak. Disamping itu, diperlukan waktu yang relatif lebih lama karena setiap awalan dan akhiran kabel hampir selalu harus dipasangi dengan satu unit steker atau stop kontak sebagai media penyambung antar jaringan kabel. Kapasitas kemampuan hantar arus dari unit stop kontak dan steker juga harus diperhatikan agar tidak menyebabkan panas berlebihan pada kabel saat setelah jaringan sedang digunakan.
Jika memang memiliki kendala seperti yang telah dinyatakan, mengapa rancangan ini tetap dibuat? Apa yang mendasari ide membuat rancangan jaringan kabel seperti ini?
Menyelesaikan pekerjaan jalur kabel utama stop kontak (skenario 1) ke setiap ruangan / area tidaklah sulit. Tetapi, menyesuaikan jaringan kabel lampu dan stop kontak dalam sebuah ruangan (skenario 2) yang memerlukan banyak pertimbangan dan waktu untuk menyelesaikan serta menyempurnakannya.
Tindakan melengkapi ujung setiap kabel pada jalur induk dengan stop kontak (area di kotak skenario 1), bertujuan agar kita tidak perlu mengkhawatirkan akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan arus listrik di setiap area / ruangan. Baik saat sedang melakukan modifikasi maupun modifikasi yang belum selesai dikerjakan / terpaksa ditunda pengerjaannya. Menggunakan konsep pemasangan stop kontak sebagai akses arus listrik di setiap ruangan seperti itu, menjadikan pengerjaan jaringan kabel di area skenario 2 lebih fleksibel. Hal ini mengingat biaya adalah faktor utama yang harus turut diperhitungkan kelancarannya untuk merampungkan pekerjaan seperti ini.
Salah satu keuntungan dengan menggunakan cara tersebut adalah kita dapat mengerjakannya sendiri. Tidak ada biaya jasa pengerjaan yang harus dikeluarkan dan tidak perlu terburu-buru dalam menyelesaikan pekerjaan jaringan kabel dalam sebuah / beberapa ruangan. Selain dapat ditunda dan dicicil pengerjaannya, perubahan jalur kabel atau penggantian perangkat listrik dapat dilakukan dengan tanpa harus mematikan MCB pada meteran PLN. Jadi, pekerjaan memodifikasi jaringan kabel di satu area / ruangan dapat dikerjakan kapan saja tanpa akan mengakibatkan aliran listrik di ruangan lainnya ikut terganggu.
Rancangan ini cocok untuk diterapkan pada rumah dengan kapasitas instalasi listrik terpasang antara 450 VA s/d 2200 VA. Karena kebanyakan unit stop kontak dan steker yang banyak beredar di pasaran dirancang dengan kemampuan menghantar arus hingga kisaran 16 Ampere (3500 Watt).
Merangkai skema antar kabel listrik untuk satu lantai

Mengganti Unit Stop kontak + Steker dengan MCB

Teknik menyambung aliran listrik menggunakan unit stop kontak GANDA / DOUBLE + steker untuk menghubungkan 2 skenario jaringan kabel listrik diatas, dapat diganti menggunakan unit MCB (2 unit) + box MCB dengan besaran daya (ampere) yang disesuaikan untuk kebutuhan setiap area / ruangan. Dengan menggunakan MCB, meski membutuhkan pengerjaan “sedikit” lebih rumit dan mahal, hasil akhir yang tampak akan terlihat lebih profesional.
Selain itu, disamping sangat ampuh untuk membatasi pemakaian listrik di setiap area / ruangan, tingkat keamanan dalam mengendalikan perilaku arus listrik akan jauh lebih terjamin. Seandainya skema model jaringan kabel yang telah saya deskripsikan hendak diterapkan pada rumah berkapasitas listrik terpasang mulai 2200VA ke atas, pastikan untuk “harus” menggunakan MCB sebagai titik sambungan antar jaringan kabel ke setiap area / ruangan. Atau, gunakan cara dengan menyambung langsung antar jaringan kabel listrik.
Kekuatan sambungan antar jaringan kabel listrik berkapasitas mulai 2200VA ke atas, tidak bisa dengan mengandalkan kemampuan dan daya tahan dari stop kontak + steker. Kedua perangkat listrik tersebut tidak di rancang untuk terpasang dalam jangka waktu lama menahan dinamika beban lalu-lintas daya listrik berkapasitas besar.
Mengganti Unit Stop kontak + Steker dengan MCB

Hubungan pendek = penyebab kebakaran?

Apakah kondisi stop kontak / steker yang kepanasan dapat menyebabkan kebakaran? Saya rasa tidak juga. Plastik yang menjadi bahan baku stop kontak / steker baru akan meleleh jika memang dengan sengaja dibakar menggunakan nyala api yang berkesinambungan (mis. di atas kompor). Biasanya, begitu terjadi percikan bunga api akibat hubungan pendek, switch MCB (jika tidak rusak) akan langsung “trip”. Walau pun terjadi nyala api, hanya berlangsung beberapa detik saja dan akan mati dengan sendirinya. Jadi, selama tidak disertai dengan percikan bunga api yang berkesinambungan, hampir tidak ada kemungkinan api menyala semakin membesar. Karena bahan baku dari perangkat listrik itu sendiri pada dasarnya sudah tahan panas.
Penyebab kebakaran akibat hubungan pendek arus listrik cenderung dikarenakan tidak adanya kawat arde + MCB sebagai pembatas hantaran arus (mis. mencuri listrik langsung dari jalur kabel listrik di luar rumah), disertai / dan / atau, beban listrik yang melebihi kemampuan hantaran arus kabel. Oleh sebab itu, dengan kondisi susunan kawat kabel dari meteran PLN sudah sesuai jalur masuknya ke MCB pada box MCB dalam rumah, sangat kecil kemungkinan untuk terjadi peristiwa kebakaran jika kabel yang digunakan memiliki kapasitas hantaran diatas kapasitas MCB meteran PLN.
Dari tiga peristiwa perangkat listrik meledak dan disertai dengan percikan api (travel adaptor, meteran PLN, dan box MCB) yang saya alami, selalu diakhiri dengan “trip”-nya switch MCB. Tidak ada nyala api berkesinambungan keluar dari kabel / stop kontak / steker, hanya sekali percikan bunga api saja yang keluar dari ketiga unit (travel adaptor, meteran PLN, dan box MCB) tersebut.
Hubungan pendek = penyebab kebakaran?

Inbow atau Outbow?

Semua tata cara menyambung kabel pada instalasi kabel yang telah digambarkan di atas, disusun berdasarkan pengalaman saya saat menangani penggantian / penambahan kabel di rumah dengan teknik out bow. Secara konsep pengerjaan sambungan kabel, menurut saya, tidak ada bedanya antara out bow dengan in bow.
Demikian juga dengan konsep memasangkan kawat pada perangkat out bow / in bow untuk stop kontak dan saklar lampu. Hanya caranya yang sedikit berbeda.
Parameternya, untuk stop kontak, warna pembungkus kawat cenderung digunakan sebagai panduan untuk mewakili indentitas muatan arus listrik yang mengalir dalam kawat. Akan selalu ada terpasang tiga kawat pada stop kontak yang berfungsi sebagai jalan dari muatan listrik fasa, netral dan kelebihan arus (arde).
Sedangkan untuk saklar, warna pembungkus kawat cenderung digunakan sebagai panduan arah jalur masuk – keluar arus fasa ke – dari dalam saklar. Karena, berapapun jumlah kawat yang terpasang dan apapun warna pembungkusnya, semua akan selalu bermuatan listrik fasa.
Untuk perangkat listrik yang memiliki gabungan kedua fungsi (stop kontak + saklar), kita perlu mengetahui terlebih dulu tujuan perangkat itu dipasang. Baru kemudian dapat diketahui skema susunan kawat yang semestinya terpasang di dalam unit tersebut.